Akhirnya Saya Bertemu Prabowo (Part 1)


Matahari mulai menghilang tertutup awan dan rintik-rintik air dari langit pun mulai padat. Alhamdulillah, dari kejauhan saya melihat saung bambu sederhana dekat pepohonan rimbun diujung sana yang sepertinya memanggil-manggil agar saya singgah untuk berteduh.
Memang disini tidak banyak rumah penduduk, lebih banyak lapangan luas, pesawahan kecil dan perkebunan saja, walau jalanannya sudah di beton, lengkap dengan aliran pembuangan air di sisi kiri dan kanannya.
Saya sendiri sedang "kabur" dari lokasi tempat kami shooting program Televisi untuk melihat-lihat siapa tahu ada spot-spot menarik lagi untuk dijadikan lokasi pengambilan gambar berikutnya, entah untuk besok atau kapan-kapan sesuai kebutuhan pengadeganan. Maklum saja, di posisi saya saat ini, saya tidak perlu lagi "nongkrong" mantengin jalannya shooting seperti dulu, semua sudah didelegasikan ke departemen terkait, ada sutradara, DOP, lighting, dll untuk menjalankan tugasnya dengan baik, sesuai dengan arahan yang saya berikan di awal sebelum shooting, sedangkan "mandor"nya ada Produser Pelaksana yang akan menghandle, hanya hal-hal yang mendesak saja yang harus dikonsultasikan dulu kepada saya, seperti tadi, ketika langit tiba-tiba gelap dan mulai rintik, ia menelepon saya mengkonfirmasi apakah shooting akan lanjut dengan pengkondisian hujan, break, atau dirubah menjadi indoor, agar stok gambar aman untuk dijadikan bahan tayangan.

====

Baru saja saya duduk dan berbaring di atas saung bambu tadi, tidak lama terdengar..."Hallo kisanak, Saudara sepertinya nyaman sekali tidur disitu. boleh saya bergabung di saung milik saya ini?".
Terkejut sekali saya, ketika melihat sosok yang sedang mengikatkan kudanya (baca disini) di tiang samping (yang sepertinya memang disiapkan untuk itu, terlihat dari adanya 2 gentong berisi rumput dan air di salah satunya lagi), pak Prabowo !! Iya, Prabowo calon presiden Indonesia (lagi) itu.


Sosok bertubuh gempal tadi, kemudian duduk disamping saya, membuka sepatunya, dan menaruh kotak ukuran sedang yang diikat tali dan sebotol tempat minuman.
"Saudara sudah lama disini?", sahutnya.
"Belum pak, baru saja sampai, saya tadi kejar-kejaran sama hujan. Mau berteduh saja". jawabku cepat dan sedikit terbata karena grogi.
"Oh...kamu bukan orang sini kelihatannya ya?, ini kita ngobrol saja sambil ngemil. Saya ada pisang goreng", katanya sambil tangannya sibuk membuka tali ikatan kotak tadi, dan membukanya untuk kami santap.
"Wah...makasih sekali pak, masih ngebul..." kataku sambil menatap pisang goreng yang nampaknya lezat tadi
"Ya jelas, ini baru digoreng oleh pengurus rumah saya...itu rumah saya kan di seberang lapangan belakang", iapun menunjuk ke belakang pos tempat kami duduk. Dan benar saja, pos ini hanya terhalang 2-3 pohon menuju lapangan besar, yang sepertinya multifungsi (baca disini).
"Ah iya, ga sadar saya...", ujarku sambil garuk-garuk kepala.
Sambil kami berdua mengunyah pisang panas yang cukup besar dan lezat...


"Saudara makannya lahap sekali, tapi maaf ya..minumannya tidak ada. Yang saya bawa ini, minuman khusus untuk saya", kata pak Prabowo memecah kesunyian (kecuali suara kunyahan mulut kami tentunya.
"Ah iya pak, tadi saya keliling-keliling sini agak lama. Memang belum makan apa-apa lagi setelah makan siang tadi di lokasi shooting", kataku sambil menahan malu
"Oh, Saudara orang media ternyata? Media mana? Shooting apa?", sambar pak Prabowo
"Lebih kurangnya iya pak. Tapi kami shooting drama aja, bukan di News" jawabku lagi.
"Ah media itu sekarang banyak. Tapi gak bener. Tebang pilih, semaunya saja", tandasnya singkat
"Maksudnya pak ? Media di kita kan swasta semua pak. Yang punya pemerintah cuma 1, TVRI. Jadi rasanya, kalau tebang pilih wajar saja. Di negara kita kan media tidak dapat subsidi apapun dari pemerintah...Kita menghidupi sendiri, apa yang ada di layar pemirsa adalah penyesuaian dengan Target Audience medianya. Tujuannya cuma 1, menjaga flow pemasukan dari pengiklan sebagai bahan bakar media tadi pak. Kalau media ini "nekat" diluar jalur, ya harus siap berkompetisi dengan media lain yang jalurnya tadi dicoba direbut. Dan khusus untuk News, medianya pasti harus Cover Both Side. Jika ada isu yang muncul, wartawan akan kejar 2 sisi dari sumber masalah tadi, bahkan harus ditambah dari sisi "tengah", yakni aparat pemerintahan sebagai pemegang atau penegak hukum di negara ini", "ini kan negara hukum kan pak?", lanjutku lagi.
"Iya betul, tapi kenapa sepertinya tidak berimbang antara pemberitaan TV satu dengan TV lain? Terutama mengenai saya", pak Prabowo kembali bicara tegas.
"Tadi kan sudah saya sebut pak, kalau News tidak mungkin tidak berimbang, mereka pasti Cover Both Side, sesuai kode etik jurnalistiknya (baca disini). Justru pemblokiran yang nanti akan berakibat tidak berimbangnya isi pemberitaan. Saran saya sebaiknya bapak harus lebih terbukan ke media", jawabku lagi
"Ah, mereka itu meliput hanya mencari-cari kesalahan saya saja kok. Biar nanti bisa digoreng-goreng", pak Prabowo kembali menimpali
"Mungkin perasaan bapak saja kali...namanya juga situasi memanas. Tapi ya mungkin ada salah satu sebab dari Target audience itu tadi pak. TV satu melihat penontonnya lebih ke kubu A, pasti akan menggiring dan menyajikan kontennya ke kubu penontonnya gar mereka tidak kabur ke TV lain yang jadi pesaingnya, begitu juga sebaliknya. Toh, isi pemberitaannya benar dan tidak timpang karena salah satu sumbernya tidak ada.", aku coba kembali menegaskan.
"Ya okelah, saya juga sudah paham sih. Sayapun sekarang tidak ada kok blokir-blokir", pak capres satu ini mulai kembali rileks sambil menyeruput minumannya.


"Pak, boleh saya tanya lagi? Soal pidato kebangsaan (baca disini) bapak kemarin..., menurut saya bagus sekali soalnya, walau sayang malah jadi kontroversi di akar rumput", aku mencoba memanjangkan diskusi politik ini ditengah hujan yang semakin lebat.
"Apanya? soal saya tanpa teks? soal kepanjangan? soal apa? itu mereka ada-ada saja memang, jelas- ada teleprompter, sayapun di pidato menyebut beberapa kali kalau ada beberapa kalimat saya ini diluar teks. Masa mereka gak paham juga ya? Satu jam lebih pidato tanpa teks, lalu saya bisa singkron dengan apa yang ada di layar itu ya gimana ceritanya? Akar rumput ini memang sudah gitu ya", jawabnya dengan sedikit kesal
"Bukan itu juga sih pak...saya mau bahas soal isinya, soal 5 pokok reorientasi pembangunan itu pak", tanyaku memperjelas
"Sini kamu lihat kuda saya, Badannya besar, kokoh, ditopang 4 kaki dengan otot yang kuat, kepala yang sehat, dan buntut yang indah. Dan perlu 1 joki untuk naik diatasnya mengarahkan kemana kuda besar ini berjalan. Demikian negara atau sebuah badan yang besar. ia harus ditopang oleh pangan yang baik, air yang baik, energi yang cukup, dengan birokrasi yang kuat dan angkatan perang sebagai penjaga martabat, ditambah 1 pemimpin sebagai jokinya", pak Prabowo mencoba melogikakan isi pidatonya.
"Betul pak, betul sekali kalau demikian. Tapi memang ada yang salah dengan joki yang sekarang? atau kudanya yang kurang gagah?", akupun mencoba pendekatan yang sama agar rada "nyambung"
"Jokowi itu saya yang dukung, saya dan adik saya yang modalin dia. Saya percaya dia sudah bekerja baik, itupun saya singgung dalam pidato kemarin. Tapi ada beberapa yang diluar dari seharusnya. Banyak timpang sana sini, kurang sana sini...Saudara dengan lah kan pemaparan saya di Pidato Kebangsaan dan Debat Presiden kemarin", Prabowo menambahkan dengan sederhana.
"Hm...tapi kan beberapa stament Bapak justru mentah. Bukan saja mentah di debat, tapi mentah di masyarakat", saya jawab singkat
"Maksud Saudara HOAX? Ah, saya tidak mau bahas soal itu. Sakit", jawabnya singkat sambil terlihat mimik kesal diwajahnya saat itu.


Keheningan sempat terjadi, hanya kudanya saja yang terlihat agak gusar akibat petir yang beberapa kali menyambar.

"Saudara mendukung program Indonesia Menang saya? Saudara percaya strategi Dorongan Besar saya untuk mencapai Indonesia Menang?", tiba-tiba pak Prabowo memecah keheningan.
"Kalau dari pemaparan bapak, saya dukung dan setuju. Hanya saja contoh-contoh dan pengkondisian bapak soal Indonesia yang saya tidak setuju", sahutku
"Contoh bisa banyak, saya dan tim saya bisa cari. Memang kamu bukan pemilih saya?", timpalnya
"Untuk saat ini belum Pak. Saya melihat bapak sebagai figur Star Maker. Penglihatan dan Pendalaman Bapak atas seseorang sangat baik. Semua jago bapak pasti menang, pasti baik dalam bekerja mewujudkan visi misinya. Tapi untuk Bapak sendiri...saya pikir bapak selalu dimanfaatkan orang-orang sekeliling Bapak deh", aku coba turunkan volume suaraku agar tidak menyinggung
"Ya...ini politik. Ada harga yang harus dibayarkan. Tapi saya juga perlu orang-orang dibelakang saya yang masih mau mensupport saya", jawabnya lagi.
"Hm...gitu ya" pikirku dalam hati


"Saya ini prajurit, tugas saya membela bangsa. Darah saya mengalir merah putih, di dada saya ada Pancasila. Kalau ada yang meragukan itu, aneh sekali...Saya hanya berniat membangun bangsa ini, saya tidak ingin Indonesia tumpah darah saya ini hilang dari peradaban. Tanda-tandanya sudah banyak, kita jangan sampai hancur. Sekarang saja Indonesia sudah seperti terpecah belah, tidak ada kekuatan didalam, apalagi untuk keluar", tambahnya
"Pak, bangsa itu sebuah tatanan sebetulnya kan? ada sistem didalamnya. Presiden pun rasanya tidak semua bisa dijangkau oleh kekuasannya. Itu yang kemarin menjadi blunder juga pak dalam pidato bapak soal Chief Of Law Enforcement kan?" aku lanjut lagi
"Ya itu, Presiden bisa menekan ke semua arah dong, dia kan kuasa tertinggi? Kok Saudara tidak setuju dengan itu sih?", kali ini ia agak naik nada bicaranya.
"Maksud saya, bukankah dalam trias politca, masing-masing pegang fungsi tertentu? Dan masing-masing harus bisa berkolaburasi, saling mengingatkan, dan menjadi pembatas atas segala kebijakan yang berhubungan dengan negara?", tanyaku lagi
"Pokoknya, negara ini lemah di semua sisi kenegarannya!! Miris saya dengan itu semua", sambungnya
"Tapi Bapak bukannya memuji dan kagum atas pencapaian pemerintahan sekarang (baca disini), 4 tahun terakhir ini?", potongku lagi
"...   ...   ...   ya", katanya singkat setelah sebelumnya terlihat berpikir keras

Kembali kami berhenti berbicara, seiring angin kencang yang agak lama membawa butiran kecil air hujan membasahi kami berdua.
Kemudian kamipun melanjutkan memakan pisang goring yang sudah mendadak dingin akibat terkena percikan air hujan…Pak Prabowo pun sambil bercerita bagaimana ia dan masyarakat sekitar akrab dan sering berinteraksi. Lalu kemudian…

"Pak, maaf kalau saya agak lancang. Kenapa bapak kalau berbicara mengenai kepribadian bapak, baik agama ataupun kasus HAM (baca disini)yang membuat bapak sempat meninggalkan Indonesia, Bapak selalu diam ? Bukankah bapak seharusnya berusaha membersihkan nama Bapak, apalagi bapak akan maju lagi pilpres ini. Kan bias menjadi amunisi lawan untuk meyerang toh?  sekali lagi maaaa...",
"Ah, sudah sudah, saya tidak suka bahas ini", ia memotong kalimatku yang belum sempat selesai
"Atau mungkin bapak bisa menjelaskan kenapa sepertinya juga bapak agak tertutup soal permasalahan keluarga?" sahut saya cepat.
"Itu lagi...saya tidak suka bahas hal pribadi", Prabowo semakin kesal.
"Tapi apakah nantinya tidak akan berpengaruh terhadap kebijakan Ba...."
Pak Prabowo bangkit dari duduknya sambil mengepalkan tangannya, "Arrrrgghhhhh, Saudara ini....."



*sepertinya tidak akan ada PART 2, karena saya akhirnya terbangun dari tidur lelap saya di saung  tadi. Kini hujan sudah reda, waktunya untuk kembali ke lokasi shooting untuk sholat Maghrib dan makan malam.


1 comment:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Powered by Blogger.