New Normal Sekolah, Siapkan Face Shield bermodal 1000 perak !


Masa #NewNormal yang sebentar lagi diberlakukan, membuat semua lini aktifitas dibuka. Termasuk kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Ini artinya, anak-anak kita mulai kembali keluar rumah, beraktifitas dan berinteraksi di sekolah bersama guru, teman-temannya, serta elemen lain yang berkutat di seputar sekolah, yang selama ini mereka kangenin tentunya.

Pengumuman pemberlakukan New Normal ini sendiri, sudah disampaikan langsung oleh Presiden kita Bapak Joko Widodo pada tanggal 15 Mei 2020, bersamaan dengan penyampaian mengenai "hidup berdampingan" dengan Corona, yang hingga kini belum ada obat maupun vaksinnya (baca disini).
Saat itu, reaksi masyarakat cukup beragam dengan pernyataan tadi, karena diminta untuk "berdamai" dengan corona, serta persiapan relaksasi atau pelonggaran PSBB atau yang dikenal secara internasional dengan sebutan "new normal".


Sebenarnya, New Normal sendiri lebih di titik beratkan pada bidang perekonomian. Kita semua pasti setuju kalau sejak COVID19 ini merebak dan menjadi pandemi secara internasional, dunia terasa "mati suri". Semua bidang perekonomian tergerus, dan tidak bisa ditutupi lagi kemudian banyak terjadi PHK. Produksi berbagai macam barang kebutuhan menurun drastis, kinerja perusahaan juga mengalami stagnansi atau bahkan penurunan.
Praktek-praktek #WorkFromHome, belum dinilai dan berhasil baik, karena tetap saja aplikasi pekerjaan di lapangan haruslah dilkaukan secara fisik. Sedangkan proses perencanaan memang bisa dilakukan di hulu melalui meeting secara online, sangat-sangat terbatas dan kurang berakhir baik jika harus dibandingkan dengan hasil akhir di hilir.

===

Tidak terkecuali di bidang pendidikan.

Anak-anak yang sejak April "diliburkan", dan terus melanjutkan pendidikannya via online juga mengalami dampak yang luar biasa. Hasil angket KPAI (Komite Perlindungan Anak Indonesia) beberapa waktu lalu yang diikuti oleh  9.643 orang siswa, guru sebanyak 18.112 orang dan orangtua sejumlah 196.559 orang, menujukkan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang selama ini dilakukan menghasilkan 80 % siswa dan 60 % guru ingin segera kembali ke sekolah, sedangkan hampir 80 % orang tua belum mau anaknya kembali ke sekolah selama masa pandemi ini belum berakhir.(baca disini)
PJJ atau lebih dikenal dengan Belajar Dari Rumah, dinilai sangat membosankan dan kurang interaktif oleh siswa dan guru, sedangkan untuk para orang tua proses belajar mengajar kali ini justru agak memberatkan dinilai dari berbagai sudut pandang. Namun demikian, keputusan untuk tidak "rela"nya mereka melepas anak-anakanya ke sekolah, diantaranya adalah belum yakinnnya para orang tua tentang kesiapan sekolah dalam "membatasi" pergerakan siswa saat berada di sekolah, sehingga mereka sangat khawatir anaknya akan tertular virus yang makin tinggi tingkat penularannya ini.


Jaminan akan penjagaan jarak, tingkat higienitas, kebersihan fasilitas, interaksi di kantin, pedagang sekitar sekolah, serta perilaku anak saat di sekolah menjadi pertanyaan besar bagi para orang tua dalam menghadapi new normal bidang pendidikan saat ini. Sampai-sampai Petisi kepada Presiden Jokowi dan Nadiem Makarim selaku Mendikbud ramai di dukung. Sampai saat ini petisi tadi sudah ditandatangani hampr 100.000 orang (klik disini untuk ikut berpartisipasi).

Namun, yang paling dikhawatirkan adalah sekolah setingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Dimana tingkat kedewasaan, dan disiplin masih sangat rendah jika dibandingkan tingkat Menengah, Lanjutan dan Kuliah.
Perilaku anak-anak ini, dinilai sangat rentan praktek penularan virus nantinya. Masa-masa bermain, berinteraksi ataupun latihan motorik di masa pertumbuhan ini justru dipandang sangat riskan dan bisa jadi bumerang ketika mereka dilepas tanpa pengawasan yang ketat seperti di rumah bersama para orang tua mereka.

Kesadaran akan kapasitas guru yang tidak mungkin mengawasi anak satu per satu, sampai dengan menyikapi keberadaan fasilitas "darurat" dan berhubungan dengan air dan sabun untuk cuci tangan anak juga menjadi isu yang kuat dibahas di berbagai grup orang tua. Kehawatiran akan bak cuci tangan yang "mungkin" akan ditempatkan dekat pintu masuk kelas, sangat riskan akan kondisi basah dan licin akibat anak-anak ini justru akan bercanda atau tidak rapi menggunakannya layaknya anak yang sudah berumur 12-13 tahun keatas. Selain bahaya untuk anak, juga sepertinya justru akan menambah PR untuk guru itu sendiri untuk menertibkan atau bahkan membersihkan, karena terbatasnya pesuruh di sekolah untuk membersihkan hal yang sama di semua depan pintu kelas pada saat bersamaan.

 

Terlebih saat diberitakan bahwa Korea Selatan, pemerintahnya kembali menganulir putusan kebijakan sejenis yang justru mengakibatkan kembalinya virus ini merajalela dan khawatir sekolah juga akan menjadi New Cluster penyebaran virus baru, yang sampai ini belum ditemukan obat/vaksinnya (baca disini). Karena oleh banyak orang tua disini, Korea Selatan dianggap jauh lebih maju, disiplin, dan memiliki fasilitas diatas negara kita tercinta, Indonesia. Akhirnya, kekhawatiran akan berbagai hal tersebut makin menjadi-jadi.
Banyak orang tua bahkan rela anaknya tidak naik kelas, agar anaknya tetap di rumah dan aman dari virus, dan berfikir kalau anaknya kena virus gara-gara sekolah, yang tanggung jawab siapa?.

===

Terlepas dari itu, jika ini tetap berjalan. Selain sekolah harus melengkapi segala sarana dan prasarana untuk menjaga kebersihan dan membatasi segala pergerakan anak didiknya, tiap keluaga juga harus menyiapkan budget extra untuk keperluan "menjaga diri" seluruh anggota keluarga yang juga harus beraktifitas kembali diluar rumah. Karena, pengeluaran ini juga "new" yang mungkin dulu tidak akan sepenting ini untuk dipersiapkan pembeliannya secara khusus.


Pembelian "baru" ini antara lain, mulai dari masker, hand sanitizer, cairan disinfektan yang bisa dibawa-bawa, bahkan mungkin #FaceShield, dimana dari keseluruhan APD (Alat Pelindung Diri) itu Face Shield merupakan yang "normal" dipakai sehari-hari, namun berharga "lumayan".
Face Shield sendiri berfungsi penting untuk menjaga loncatan air liur yang tidak kasat mata dan berukuran kecil setiap kali kita berbicara dengan orang lain saat bertatap muka. Loncatan ini normal terjadi, namun jika menggunakan masker, bisa dipastikan loncatan ini akan terjadi. Namun, bagaimana jika lawan bicara kita tidak menggunakan masker? Nah, disinilah fungsi Face Shield itu tadi, loncatan itu tidak akan menempel, setidaknya pada wajah kita, karena kita sendiri walau menggunakan masker, terkadang lupa saat menggosok mata, mengelap keringat di kening, dll yang kemungkinan loncatan air liur itu tadi menempel dan mungkin saja mengandung virus.

Maka dari itu, keberadaan Face Shield ini dilinai penting untuk disiapkan untuk masing-masing anggota keluarga kita yang akan beraktifitas diluar rumah. Namun, karena harganya yang "lumayan" tadi, bayangkan jika ini digunakan anak-anak seusia TK dan SD yang "sembrono", rasanya akan mudah rusak, dan harus dibeli berulang kali...pengeluaran yang akan menjadi "berat" ini nantinya kan?

===


Memang di berbagai web, blog, youtube sudah banyak bertebaran bagaimana membuat face shield secara mandiri ketika harga face shield itu tadi dinilai memberatkan. Namun kami tidak melihat face shield yang nyaman digunakan untuk anak-anak usia dini setingkat TK-SD. Semua face shield dipastikan menggunakan tali/ karet khusus melingkari kepala, menggunakan busa/pengganjal yang menempel di kening, dan berjarak sangat dekat dengan hidung/ mulut. Sedangkan anak-anak seusia tadi sangat risih jika anggota tubuhnya "terbebani" hal-hal baru yang dirasa mengganggu aktifitasnya.


Nah, kami mencoba mencari alternatif, bagaimana agar face shield ini bisa dipakai dengan nyaman untuk anak seusia mereka, tidak dirasakan menggangu dan tentunya juga tidak mengganggu "pengeluaran" orang tuanya karena hanya bermodalkan uang 1000 rupiah alias seceng saja dalam pembuatannya. Jadi, walaupun mereka risih lalu merusak face shieldnya...orang tua tidak akan emosi,  mudah dan murah sekali untuk membuatnya kembali.

Berikut BAHAN UTAMA yang dibutuhkan :

1. Plastik mika yang biasa untuk menjilid (harga Rp. 500,- per lembar)
2. Binder Clip ukuran kecil (harga Rp. 500,- per 3 buah)

Sedangkan, untuk bahan tambahan :

1. Kerta Kosong untuk membuat pola
2. Cutter/ alat potong lainnya
3. Alat Tulis

Cara Membuat :

1. Buat pola, atau langsung ukur diatas kertas mika (dalam posisi horizontal)
   2 cm dari atas, serta ujung kiri dan kanan, bentuk kotak persegi dengan panjang 1.6mm (selebar binder clip) dan tinggi 0.5mm, serta 1 kotak lagi di tengah (total 3 kotak)
2. Potong/ lubangi kotak tadi
3. selesai


Cara menggunakan :

1. Ambil topi dan binder clip
2. Masukkan mulut binder clip kedalam lubang mika, lalu jepit di ujung topi. (Mulai dari lubang tengah, lalu kemudian lubang kiri/kanan)
3. Boleh melipat/ mengunci besi clip bagian atas untuk memperkuat/memperkokoh plastik mika agar tidak mudah terlepas

Kelebihan Face Shiled ini :
1. Bahan mudah didapat dan Murah harganya
2. Cukup kuat untuk digunakan berkali-kali
3. Mudah dan Cepat untuk dibuat kembali, jika rusak
4. Mudah dibersihkan
5. Fungsi Face Shield sebagai penahan cipratan air liur jika lawan bicara tidak menggunakan masker Tercapai.
6. Nyaman dipakai, karena seperti memakai topi biasa tanpa ganjal, atau benda lain diluar kebiasaan sehari-hari pengguna (sangat cocok untuk anak usia TK-SD)


Demikian sumbang ide dari kami, semoga bermanfaat. Terlampir juga video cara pembuatan.
Terima Kasih





sudah tayang juga di KOMPASIANA, klik disini untuk menuju kesana

1 comment:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Powered by Blogger.